Penulis: Rizna Imaniska
Editor: Iman Haris M
Perpaduan Apik Musik Populer dan Tradisional di Titikoempul
Musik populer alias musik pop dan musik tradisional alias musik tradisi memang dua genre musik yang berbeda, karenanya punya segmen pendengar yang berbeda juga.
Musik pop punya segmen pendengar yang cukup luas. Penikmatnya tidak hanya berasal dari kelompok usia muda, tetapi juga pendengar berusia tua.
Sementara itu, musik tradisi tampak semakin tak diminati, jangankan di kalangan usia muda, bahkan di kalangan usia tua pun genre musik tradisional semakin kekurangan peminat.
Karena itu, kehadiran kolaborasi musik pop dan tradisi pada gigs Titikoempul Episode 73 di Gedung YPK Bandung pada Rabu (26/06/2024) lalu menjadi pertunjukan yang menyegarkan.
Kolaborasi Musik Lahirkan Nuansa Baru

Penampilan salah satu band pembuka ber-genre pop yang diiringi seruling (suling) tradisional Sunda melahirkan nuansa baru yang berbeda dari pertunjukan musik biasanya.
Pada gigs Titikoempul Episode 73 bertajuk Musik Kampus Sentris itu, mereka berhasil menyuguhkan perpaduan yang apik sehingga kehadiran instrumen musik tradisi di tengah instrumen dan komposisi musik pop tidak terasa janggal dan dipaksakan.
Nuansa Parahyangan hadir dalam musik mereka tanpa menghilangkan rasa pop yang memang merupakan menu utama.
Kepiawaian Mengolah Komposisi
Kolaborasi musik memang punya tantangan tersendiri. Tidak mudah melahirkan harmoni dari instrumen yang punya karakter dan biasanya dimainkan dengan komposisi yang berbeda.
Penampilan mereka mampu menarik perhatian audiens karena kepiawaian mereka dalam memadukan instrumen musik yang pada dasarnya memiliki karakter yang berbeda.
Permainan yang apik oleh pemain suling andal tampaknya menjadi kunci dari suksesnya penampilan tersebut, karena hanya terdapat satu pemain alat musik tradisional dengan komposisi pemain alat musik populer lainnya seperti keyboard, bass, dan gitar. Sementara itu vokalis hanya membawakan bait dengan lagu berbahasa Indonesia.
Kolaborasi Lestarikan Tradisi
Keberhasilan kolaborasi mereka menunjukkan bahwa meski genre musik pop dan tradisi berbeda, bukan berarti keduanya mesti selalu punya ruang tampil yang berbeda juga.
Salah satu faktor musik tradisi semakin kekurangan peminat tampaknya disebabkan karena semakin menyempitnya ruang tampil mereka.
Kondisi tersebut menjadi sebab kurang akrabnya masyarakat, khususnya kaum muda, terhadap musik tradisionalnya, dengan kata lain, kurangnya exposure atau keterpaparan.
Menghadirkan instrumen atau komposisi tradisional pada musik populer dapat menjadi salah satu cara untuk mengakrabkan kembali masyarakat dengan musik tradisional.
Dengan demikian, para musisi muda dapat ikut pula melestarikan budaya tradisional Nusantara, terlepas apakah mereka musisi pop atau memang pegiat musik tradisi.
Jika bukan kita generasi muda, siapa lagi yang akan melestarikan budaya kita?

Rizna Imaniska
Mahasiswa Program Studi Seni Musik Piano Populer
Sekolah Tinggi Musik Bandung (STiMB)
*Kader Jurnalistik Budaya
Bandung Music Council & SemestaBudaya.ID